Mahkamah Konstitusi (MK) berdasarkan Pasal 24C UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945, merupakan salah satu pemegang kekuasaan kehakiman yang menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. MK memiliki kewenangan dan kewajiban konstitusional yang harus dilaksanakan secara profesional berdasarkan prinsip-prinsip good governance lembaga peradilan, agar hukum dan keadilan dapat ditegakkan di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Penegakan nilai-nilai konstitusi yang berkeadilan (constitutional justice) tidak dapat diwujudkan dengan bergantung semata-mata pada lembaga- lembaga negara, namun juga harus didukung oleh semangat kebangsaan warga negara dalam melaksanakan hak dan kewajibannya. Terlebih lagi dalam konteks negara demokrasi konstitusional, masyarakat memiliki peran yang tak kalah penting dalam berpartisipasi dan mengawal penyelenggaraan negara serta pemerintahan agar sesuai dengan prinsip- prinsip pemerintahan konstitusional (constitutional government).
Penegakan hukum dan konstitusi serta penyelenggaraan negara hukum Pancasila yang demokratis mensyaratkan adanya tingkat kesadaran berkonstitusi yang baik dari segenap warga negara. Oleh karenanya, agar warga negara dapat berperan secara optimal, maka setiap warga negara perlu memahami hak-hak konstitusional yang dimilikinya serta upaya yang dapat ditempuh untuk mempertahankannya.
Pasca hadirnya gelombang reformasi, agenda untuk menyebarluaskan pendidikan Pancasila dan Konstitusi dirasa sangat kurang. Akibatnya, kesadaran warga negara untuk mengimplementasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara semakin menurun. Munculnya aksi kekerasan dan main hakim sendiri, terjadinya konflik sosial dan politik di tengah-tengah masyarakat, menjadi fenomena yang kerap menghiasi media cetak dan elektronik kita sehari-hari.
Dengan kata lain, Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945 sejatinya harus dijadikan sebagai kerangka dan landasan berpijak bagi setiap warga negara dalam bersikap dan bertingkah laku. Dengan berpegang teguh kepada Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945, berbagai potensi munculnya persoalan kebangsaan akan dapat diminimalisir sedemikian rupa. Hal ini menunjukkan bahwa pancasila menjadi opsi terbaik bagi permasalahan bangsa, namun demikian Pancasila tidak boleh disakralkan dan didogmakan. Pancasila harus tetap dijaga menjadi open and living ideology. Untuk itu perlu adanya upaya-upaya secara strategis dalam rangka melakukan pemaknaan relevansi dan reaktualisasi pancasila sebagai ideologi yang hidup dan terbuka.
Berangkat dari kegelisahan moral dan intelektual, Mahkamah Konstitusi mengambil inisiatif untuk turut berperan serta dalam memberikan pendidikan dan pelatihan secara terstruktur dan sistematis dengan melakukan reaktualisasi nilai-nilai Pancasila dan menyebarluaskan nilai- nilai konstitusi kepada kelompok masyarakat. Dalam ikhtiar tersebut, telah diselenggarakan berbagai kegiatan kepada seluruh komponen bangsa.
Melalui kegiatan tersebut diharapkan berbagai kalangan memahami mengenai MK sehingga mendorong partisipasi obyektif dan konstruktif mereka dalam pelaksanaan wewenang dan kewajiban MK, sekaligus mendorong terwujudnya budaya sadar berkonstitusi.
Salah satu komponen bangsa yang dipandang penting untuk mendapat pemahaman mengenai MK adalah Guru Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Hal ini antara lain berdasar pertimbangan bahwa ada keterkaitan erat antara MK dengan Guru PPKn tersebut, yakni MK mendorong terwujudnya budaya sadar berkonstitusi sedangkan para Guru PPKn dapat menjadi pihak yang mendidik peserta didik agar menjadi anak-anak bangsa yang memiliki budaya sadar berkonstitusi. Dengan langkah ini diharapkan bangsa Indonesia dipenuhi oleh masyarakat dan aparatur penyelenggara Negara/pemerintah yang memiliki budaya sadar berkonstitusi.
Atas dasar pemikiran itu, MK memandang penting melakukan kerjasama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama untuk menyelenggarakan kegiatan Pendidikan Kesadaran Berkonstitusi dan pemberian penghargaan Anugrah Konstitusi bagi Guru PPKn yang berhasil melaksanakan pendidikan kesadaran berkonstitusi, baik yang berada di bawah pembinaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan maupun Kementerian Agama dan pemberian penghargaan “Anugerah Konstitusi”.
Landasan Hukum
Pedoman ini disusun dengan tujuan untuk:
Unduh File :
Penegakan nilai-nilai konstitusi yang berkeadilan (constitutional justice) tidak dapat diwujudkan dengan bergantung semata-mata pada lembaga- lembaga negara, namun juga harus didukung oleh semangat kebangsaan warga negara dalam melaksanakan hak dan kewajibannya. Terlebih lagi dalam konteks negara demokrasi konstitusional, masyarakat memiliki peran yang tak kalah penting dalam berpartisipasi dan mengawal penyelenggaraan negara serta pemerintahan agar sesuai dengan prinsip- prinsip pemerintahan konstitusional (constitutional government).
Penegakan hukum dan konstitusi serta penyelenggaraan negara hukum Pancasila yang demokratis mensyaratkan adanya tingkat kesadaran berkonstitusi yang baik dari segenap warga negara. Oleh karenanya, agar warga negara dapat berperan secara optimal, maka setiap warga negara perlu memahami hak-hak konstitusional yang dimilikinya serta upaya yang dapat ditempuh untuk mempertahankannya.
Pasca hadirnya gelombang reformasi, agenda untuk menyebarluaskan pendidikan Pancasila dan Konstitusi dirasa sangat kurang. Akibatnya, kesadaran warga negara untuk mengimplementasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara semakin menurun. Munculnya aksi kekerasan dan main hakim sendiri, terjadinya konflik sosial dan politik di tengah-tengah masyarakat, menjadi fenomena yang kerap menghiasi media cetak dan elektronik kita sehari-hari.
Dengan kata lain, Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945 sejatinya harus dijadikan sebagai kerangka dan landasan berpijak bagi setiap warga negara dalam bersikap dan bertingkah laku. Dengan berpegang teguh kepada Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945, berbagai potensi munculnya persoalan kebangsaan akan dapat diminimalisir sedemikian rupa. Hal ini menunjukkan bahwa pancasila menjadi opsi terbaik bagi permasalahan bangsa, namun demikian Pancasila tidak boleh disakralkan dan didogmakan. Pancasila harus tetap dijaga menjadi open and living ideology. Untuk itu perlu adanya upaya-upaya secara strategis dalam rangka melakukan pemaknaan relevansi dan reaktualisasi pancasila sebagai ideologi yang hidup dan terbuka.
Berangkat dari kegelisahan moral dan intelektual, Mahkamah Konstitusi mengambil inisiatif untuk turut berperan serta dalam memberikan pendidikan dan pelatihan secara terstruktur dan sistematis dengan melakukan reaktualisasi nilai-nilai Pancasila dan menyebarluaskan nilai- nilai konstitusi kepada kelompok masyarakat. Dalam ikhtiar tersebut, telah diselenggarakan berbagai kegiatan kepada seluruh komponen bangsa.
Melalui kegiatan tersebut diharapkan berbagai kalangan memahami mengenai MK sehingga mendorong partisipasi obyektif dan konstruktif mereka dalam pelaksanaan wewenang dan kewajiban MK, sekaligus mendorong terwujudnya budaya sadar berkonstitusi.
Salah satu komponen bangsa yang dipandang penting untuk mendapat pemahaman mengenai MK adalah Guru Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Hal ini antara lain berdasar pertimbangan bahwa ada keterkaitan erat antara MK dengan Guru PPKn tersebut, yakni MK mendorong terwujudnya budaya sadar berkonstitusi sedangkan para Guru PPKn dapat menjadi pihak yang mendidik peserta didik agar menjadi anak-anak bangsa yang memiliki budaya sadar berkonstitusi. Dengan langkah ini diharapkan bangsa Indonesia dipenuhi oleh masyarakat dan aparatur penyelenggara Negara/pemerintah yang memiliki budaya sadar berkonstitusi.
Atas dasar pemikiran itu, MK memandang penting melakukan kerjasama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama untuk menyelenggarakan kegiatan Pendidikan Kesadaran Berkonstitusi dan pemberian penghargaan Anugrah Konstitusi bagi Guru PPKn yang berhasil melaksanakan pendidikan kesadaran berkonstitusi, baik yang berada di bawah pembinaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan maupun Kementerian Agama dan pemberian penghargaan “Anugerah Konstitusi”.
Landasan Hukum
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;
- Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi;
- Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen;
- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara;
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang;
- Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan;
- Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru;
- Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara;
- Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2015 tentang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan;
- Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2015 tentang Kementerian Agama.
Pedoman ini disusun dengan tujuan untuk:
- Menjelaskan tentang kriteria, prosedur dan mekanisme penyelenggaraan pemilihan Guru PPKn penerima Anugerah Konstitusi.
- Menjadi acuan bagi peserta dan penyelenggara pemilihan Guru PPKn penerima Anugerah Konstitusi pada semua tahapan seleksi.
Unduh File :
Pedoman Anugerah Konstitusi Bagi Guru PPKn Berprestasi Tingkat Nasional Tahun 2018Demikian informasi mengenai Pedoman Anugerah Konstitusi Bagi Guru PPKn Berprestasi Tingkat Nasional Tahun 2018. Semoga bermanfaat....