Iklan

Logo

Inilah 10 Contoh Kultum Ramadan Singkat Berbagai Tema yang Menarik Disampaikan

Guru Madrasah
Sunday, March 10, 2024 Last Updated 2024-03-11T03:15:06Z Views

Inilah 10 Contoh Kultum Ramadan Singkat Berbagai Tema yang Menarik Disampaikan
Kultum Ramadhan (dok:freepik.com)

Guru
madrasah.com - Kuliah tujuh menit atau kultum adalah sebuah kegiatan untuk menyampaikan sesuatu di depan khalayak. Bagi umat muslim, kultum ini menjadi suatu hal yang rutin dilaksanakan saat memasuki bulan Ramadhan.

Selama Ramadhan, umumnya kultum disampaikan pada saat akan melaksanakan salat tarawih atau di sela-sela pelaksanaan tarawih. Sama halnya dengan ceramah, kultum juga disampaikan oleh pemuka agama, orang dengan pengetahuan memadai, atau memiliki pengaruh terhadap pendengarnya.


Perbedaan kultum dengan ceramah sendiri hanyalah waktu penyampaiannya saja. Ceramah umumnya berlangsung hingga 15 menit, 30 menit, atau bahkan 1 jam, sedangkan kultum, sesuai dengan namanya, dilakukan dengan durasi terbatas. Artinya, kultum adalah versi singkat dari ceramah.

Tanpa berlama-lama, berikut kami sajikan 10 contoh kultum Ramadan singkat berbagai tema yang dikutip dari Kumpulan Kultum Terlengkap Sepanjang Tahun oleh Dr. Hasan el-Qudsy yang kami sadur dari detik.com:


1. Kultum Ramadhan tentang Keutamaan Bulan Ramadhan

Kaum muslimin yang dimuliakan Allah,

Adalah hak Allah pribadi untuk memuliakan suatu waktu atas waktu lain, suatu hari atas hari lain, atau suatu bulan atas bulan lain. Misalnya, Allah memuliakan bulan Ramadhan atas bulan- bulan lain. Tentu ketika Allah memuliakan sesuatu itu karena di dalamnya terdapat kemuliaan dan keistimewaan yang tidak dimiliki oleh lainnya. Dengan memiliki pemahaman demikian, kita akan mampu meningkatkan kepekaan diri untuk menggapai berbagai keutamaan yang ada dalam bulan Ramadhan ini.

Dalam bulan Ramadhan ini, Allah telah menebarkan berbagai keutamaan dan karunia kepada hamba-hamba-Nya yang beriman. Di antara keutamaan tersebut adalah dibukanya pintu- pintu surga, ditutupnya pintu-pintu neraka, serta dibelenggunya setan-setan. Sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah, "Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan yang diberkahi. Allah mewajibkan kepadamu puasa di dalamnya; pada bulan ini pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan para setan dibelenggu." (HR. Ahmad dan an-Nasa'i).

Hadis ini memberikan pengertian bahwa dengan datang- nya bulan Ramadhan, berbagai pintu amal kebaikan terbuka lebar. Semua orang beriman mempunyai kesempatan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadahnya. Karena selain pintu kebaikan terbuka, Allah pun menolong hamba-Nya dengan memenjarakan para penggoda utama, yaitu setan. Kalau di luar Ramadhan setan dapat dengan leluasa melancarkan serangannya dengan berbagai godaan dan tipu daya, maka di bulan yang suci ini gerakan setan tertahan dengan izin Allah. Kalaupun pada bulan ini masih ada yang berbuat maksiat, bisa saja itu muncul dari hawa nafsu manusia itu sendiri. Karena hawa nafsu jika tidak dikendalikan dengan landasan keimanan dan kejernihan hati, maka ia cenderung mendorong manusia kepada perbuatan yang buruk. (QS. asy-Syams: 8-10).

Ma'âsyiral muslimîn rahimakumullâh,

Keutamaan lain yang hanya ada di bulan Ramadhan adalah adanya lima keutamaan khusus untuk umat Muhammad sebagaimana sabda Rasulullah, "Umatku pada bulan Ramadhan diberi lima keutamaan yang tidak diberikan kepada umat sebelumnya, yaitu: bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada aroma kasturi, para malaikat memohonkan ampunan bagi mereka sampai mereka berbuka, Allah 'azza wa jalla setiap hari menghiasi surga-Nya lalu berkalam (kepada surga), "Hampir tiba saatnya para hamba-Ku yang saleh dibebaskan dari beban dan derita mereka menuju kepadamu," pada bulan ini para jin yang jahat diikat sehingga mereka tidak bebas bergerak seperti pada bulan lainnya, dan diberikan ampunan untuk umatku pada akhir malam." Beliau ditanya, "Wahai Rasulullah, apakah itu pada Lailatul Qadar?" Jawab beliau, "Tidak, namun orang yang beramal tentu diberi balasannya jika menyelesaikan amalnya." (HR. Ahmad) Isnad hadis tersebut dhaif, dan di antara bagiannya ada nas-nas lain yang memperkuatnya.

Jamaah yang dimuliakan Allah,

Yang terakhir dan ini sudah sangat populer, yaitu keutamaan malam lailatul qadar yang kebaikannya sama dengan seribu bulan. Sebagaimana Allah sebutkan dalam surat al-Qadr: 3, "Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan." Seribu bulan ini kalau kita hitung, kurang lebih setara dengan 83 tahun. Itu merupakan jangka waktu yang belum tentu kita semua bisa mendapatkannya. Karena rata-rata umur umat Muhammad adalah antara 60-70 tahun.

Melihat berbagai keutamaan yang Allah janjikan pada bulan Ramadhan, maka sudah sepatutnya sebagai umat Nabi Muhammad yang masih diberi kesempatan umur sampai bulan Ramadhan ini, mampu bersyukur dengan memaksimalkan seluruh kesempatan yang ada untuk menumpuk inventasi amal di akhirat. Dari mulai berzikir, sedekah, iktikaf, menolong sesama dan qiyamul lail. Semua itu dilakukan untuk mencari ridha Allah. Sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah bersabda, "Barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadhan karena iman dan mencari keridhaan Allah, maka diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. Bukhari)

2. Kultum Ramadan Bertema Menyambut Bulan Suci Ramadhan

Saudara-saudara kaum muslimin yang dirahmati Allah,
Beberapa hari lagi, insya Allah kita akan kedatangan tamu agung, tamu yang diagungkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Tamu agung itu tiada lain adalah bulan suci Ramadhan. Bulan yang penuh keberkahan, ampunan, dan rahmat bagi umat Islam di muka bumi ini. Bahkan bagi seluruh alam semesta, karena di bulan itu diturunkan kitab suci Al-Qur'an yang menjadi petunjuk kehidupan bagi seluruh manusia. Tamu ini datangnya hanya satu tahun sekali, dan kalau sudah datang ia tidak akan kembali lagi. Karena yang hadir setahun berikutnya adalah bulan Ramadhan yang baru dengan lembaran amalan baru pula. Oleh karena itu, para salafus saleh selalu mendambakan kedatangan bulan Al- Qur'an ini dan menyambutnya dengan berbagai persiapan agar mereka berhasil meraih banyak keberkahan dalam bulan puasa ini.

Rasulullah sendiri selama tiga bulan sebelum datangnya bulan Ramadhan telah mempersiapkan diri untuk menyambutnya. Hal ini terlihat dari doa yang beliau baca mulai sejak dari Bulan Rajab. Sebagaimana diriwayatkan oleh sahabat Anas bin Mâlik, bahwa ketika memasuki Bulan Rajab, Rasulullah berdoa sebagai berikut:

اللَّهُمَّ بَارِك لَنَا فِي رَجَبٍ وَشَعْبَانَ وَ بَلِّغْنَا فِي رَمَضَانَ

"Ya Allah, berkahilah kami dalam bulan Rajab dan Syakban dan sampaikanlah kami pada bulan Ramadhan." (HR. ath- Thabarâni, dengan sanad lemah).

Kaum muslimin dan muslimat yang berbahagia,

Bagi para salafus saleh, bulan Ramadhan adalah bulan training dan pendidikan, karena di dalamnya terjadi sebuah proses di mana seorang muslim dituntut untuk lebih baik daripada bulan- bulan lainnya. Para ulama salaf menjadikan bulan puasa sebagai bulan penempaan dan pembekalan diri untuk menghadapi hari- hari di luar bulan Ramadhan. Maka tidak aneh kita mendengar dari riwayat mereka yang menuturkan, bagaimana mereka berhasil mengkatamkan Al-Qur'an beberapa kali dalam satu bulan, dan tidak pernah meninggalkan qiyamul lail setiap malamnya. Mereka betul-betul memahami nilai keagungan bulan suci Ramadhan, sehingga mereka berusaha menggunakan setiap detik untuk diinvestasikan dalam amal kebaikan.

Sebagai contoh adalah Imam Bukhari yang dikenal sebagai ahli hadis. Beliau mempunyai aktivitas unik selama bulan Ramadhan, yaitu mengumpulkan para sahabatnya dan mengajak shalat berjamaah. Bersama para sahabatnya, beliau mengkhatamkan Al-Qur'an selama tiga malam. Dipilihnya waktu sahur sebagai waktu khataman. Sedang di siang harinya, setiap hari beliau mengkhatamkan Al-Qur'an.

Ma'âsyiral muslimin, rahimakumullâh,

Pertanyaan yang muncul adalah, apa yang harus kita persiapkan untuk menyambut datangnya bulan Ramadhan ini? Tentu banyak hal yang perlu kita persiapkan, baik secara fisik maupun mental. Namun beberapa hal yang perlu kita persiapkan sejak dini, di antaranya adalah tobat nasuha dari segala dosa, menjaga hati dari berbagai penyakit yang bisa merusaknya, tekad sepenuh hati untuk berubah menjadi insan yang bertakwa, memahami karakter Ramadhan yang berbeda dengan bulan-bulan lainnya, dan mempelajari hukum-hukum puasa.

Di samping itu, agar puasa kita tidak sia-sia, maka harus kita hindari perbuatan-perbuatan yang merusak nilai-nilai puasa. Seperti melakukan dosa walaupun kecil, menghabiskan waktu di depan TV, berlebihan dalam buka dan sahur, berlebihan tidur terutama di siang hari. Karena hakikat puasa bukan hanya menahan diri dari makan, minum, dan nafsu, namun juga harus mampu menahan mulut, pandangan, hati, dan semua anggota tubuh dari perbuatan yang tidak diridhai Allah. Rasulullah bersabda, "Barang siapa tidak mampu meninggalkan perkataan dan perbuatan bohong, maka Allah tidak sudi untuk membalas lapar dan dahaganya." (HR. Bukhari)

Demikianlah beberapa persiapan yang perlu kita siapkan dalam menyambut tamu agung. Semoga Allah selalu menolong kita dalam menjalankan ibadah puasa dan mengisinya hari- harinya dengan berbagai amal saleh. Amin.

3. Kultum Ramadan tentang Cara Berpuasa yang Benar

Hadirin dan hadirat yang dimuliakan Allah 35, Allah berkalam dalam Al-Qur'an, surat al-Baqarah,ayat 183:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُون

"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."

Dalam ayat ini, Allah menegaskan kewajiban puasa Ramadhan bagi umat Islam. Maka barang siapa mengingkari kewajiban puasa Ramadhan, berarti dia telah murtad dan kafir, harus disuruh bertobat. Puasa Ramadhan diwajibkan mulai pada tahun kedua hijriah. Puasa Ramadhan wajib bagi setiap muslim yang telah akil balig dan berakal sehat.

Selain syarat kewajiban di atas, puasa dianggap sah jika memenuhi dua hal yang dikenal dengan rukun puasa. Pertama, niat mengerjakan puasa yang ditetapkan pada setiap malam bulan Ramadhan (untuk puasa wajib), atau hari yang hendak berpuasa (puasa sunat). Sebagian ulama (di antaranya mazhab Maliki) tidak mewajibkan niat di setiap malam bulan Ramadhan. Tetapi cukup di awal malam bulan Ramadhan, dengan niat akan melakukan puasa sebulan penuh di bulan Ramadhan. Waktu berniat adalah mulai dari terbenamnya matahari hingga terbit fajar. Niat ini tidak perlu disuarakan dengan keras, karena niat tempatnya dalam hati. Selain itu, niat yang dilafalkan dengan suara keras juga tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah.

Kedua, meninggalkan segala hal yang membatalkan puasa, mulai terbit fajar sehingga terbenamnya matahari. Hal- hal yang membatalkan puasa seperti makan, minum, merokok, memasukkan sesuatu ke dalam rongga badan, muntah dengan sengaja, dan bersetubuh atau mengeluarkan mani dengan sengaja, kedatangan haid atau nifas, melahirkan anak atau keguguran, gila walaupun sekejap, mabuk ataupun pingsan sepanjang hari, dan murtad atau keluar dari agama Islam. Adapun apabila makan dan minum tidak dengan sengaja, maka hal itu tidak membatalkan puasa. Hal ini tercantum dalam sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, "Apabila (seorang di antaramu) lupa lalu ia makan dan minum (padahal ia sedang berpuasa), maka hendaklah ia teruskan puasanya karena Allahlah yang telah memberinya makan dan minum." (HR. Bukhari dan Muslim).

Jamaah yang dimuliakan Allah,

Di samping hal-hal yang telah disebutkan di atas, ada beberapa sunnah puasa yang perlu dijaga ketika berpuasa, di antaranya adalah

Makan sahur, Rasulullah bersabda, "Makan sahurlah kalian, karena sesungguhnya dalam makan sahur itu terdapat keberkahan." (HR. Bukhari-Muslim).

Mengakhirkan makan sahur, sekitar setengah jam sebelum masuk waktu subuh. Ini tersebut dalam riwayat Anas, bahwa Zaid bin Tsåbit bercerita kepadanya, "Kami pernah makan sahur bersama Rasulullah Kemudian kami melaksanakan salat." Kemudian saya (Anas) bertanya, "Berapa lamakah waktu antara keduanya (antara makan sahur dengan salat)?" Zaid menjawab, "Sekira bacaan lima puluh ayat." (HR. Bukhari).

Menyegerakan berbuka, sebagaimana sabda Rasulullah "Orang-orang akan tetap dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka." (HR. Bukhari Muslim).
Berbuka dengan kurma, kalau tidak ada dengan air putih. Salah satu hikmah berbuka dengan kurma, dikarenakan kurma mengandung banyak glukosa yang sangat dibutuhkan tubuh yang baru saja berpuasa. Dalam sebuah riwayat diterangkan, "Hendaknya ia berbuka dengan kurma. Jika tidak mendapatkannya, hendaknya ia berbuka dengan air, karena air itu suci." (HR. Bukhari Muslim).
Berdoa sehabis berbuka, karena saat tersebut termasuk waktu di mana doa mudah dikabulkan. "Sesungguhnya bagi orang yang berpuasa ketika saat berbuka ada doa yang tidak ditolak" (HR. Ibnu Majah). Salah satu doa yang diajarkan Rasulullah adalah:

ذَهَبَ الظَّمَأُ وَ ابْتَلَتِ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ تَعَالَى

"Telah hilang dahaga dan telah basah urat-urat, dan telah ditetapkan pahala Insya Allah." (HR. Abu Dawud, an-Nasâ'i dan dihasankan oleh asy-Syaikh al-Albâni).

Semoga kita semua diberikan kekuatan untuk menjalakan ibadah puasa dengan benar.

4. Kultum Ramadan tentang Hikmah dan Manfaat Puasa

Ma'asyiral muslimîn rahimakumullah,
Sebagai orang mukmin, kita harus percaya bahwa semua yang disyariatkan oleh Allah kepada manusia, pastilah mengan- dung hikmah dan manfaat di dalamnya. Walaupun hikmah ataupun manfaat tersebut belum semuanya dapat diungkap oleh akal manusia yang serba terbatas. Di antara syariat yang diwajibkan atas kita sekarang ini adalah menjalankan kewajiban berpuasa di bulan Ramadhan. Dalam ibadah puasa ini, tentunya terdapat berbagai hikmah dan manfaat yang banyak sekali. Baik secara spiritual, kesehatan, ataupun ekonomi sosial.


Di antara hikmah puasa secara spiritual adalah puasa menjadi salah satu sarana untuk mendekatkan diri kepada Rabbul 'alamin. Dengan berpuasa, seseorang meninggalkan berbagai kesenangan duniaeperti makan, minum, dan menggauli istri. Dengan kata lain, ia lebih mementingkan keinginan Rabbnya daripada kesenangan-kesenangan pribadinya. Puncaknya adalah untuk menggapai derajat takwa. Sebagaimana Allah jelaskan, "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa." (al-Baqarah: 183). Apabila seseorang mam- pu mencapai derajat takwa, maka dengan mudah ia akan men- jalankan perintah Allah dan meninggalkan segala larangan-Nya. Itulah sebabnya mengapa pada awal ayat perintah puasa ini dimulai dengan kalimat "Hai orang-orang yang beriman, hal ini menunjukkan bahwa hanya orang yang memiliki keimanan yang benar, yang akan mampu menjalankan perintah puasa Ramadhan dengan benar dan penuh ketakwaan.

Jamaah yang dimuliakan Allah,

Dari segi kesehatan, sebagaimana telah diungkapkan oleh para ahli, puasa memiliki banyak hikmah dan manfaat untuk tubuh, ketenangan jiwa, dan kecantikan. Saat berpuasa, organ- organ tubuh dapat beristirahat dan miliaran sel dalam tubuh bisa menghimpun diri untuk bertahan hidup. Puasa berfungsi sebagai detoksifikasi untuk mengeluarkan kotoran, toksin atau racun dari dalam tubuh, meremajakan sel-sel tubuh, dan mengganti sel-sel tubuh yang sudah rusak dengan yang baru serta untuk memperbaiki fungsi hormon, menjadikan kulit sehat, dan meningkatkan daya tahan tubuh karena manusia mempunyai kemampuan terapi alamiah.

Di samping itu, dengan puasa, tubuh menjadi lebih energik. Karena pada saat berpuasa, sistem pencernaan beristirahat. Sehingga energi disimpan untuk menyembuhkan diri dan memperbaiki sel tubuh. Energi akan digunakan untuk membersihkan dan detoksifikasi usus, darah, serta menyembuhkan sel-sel tubuh dari berbagai penyakit. Puasa meningkatkan kekebalan tubuh, meningkatkan kesehatan fisik dan mental, serta meremajakan tubuh.

Hadirin dan hadirat yang dimuliakan Allah,

Adapun hikmah atau manfaat puasa secara sosial ekonomi, tentu sangat banyak. Antara lain, puasa dapat mendorong seseorang untuk saling membantu kepada sesama. Karena ketika seseorang berpuasa, ia akan merasakan bagaimana laparnya orang-orang yang tidak mampu makan dengan layak. Sehingga terdorong olehnya untuk berbagi dengan sesama. Sebagaimana telah dicontohkan oleh Rasulullah selama bulan Ramadhan. Dalam sebuah atsar sahih yang diriwayatkan oleh Ibnu 'Abbas , ia berkata, "Rasulullah adalah orang yang paling dermawan. Beliau lebih denawan lagi di bulan Ramadhan saat beliau bertemu Jibril. Jibril menemuinya setiap malam untuk mengajarkan Al-Qur'an. Dan kedermawanan Rasulullah melebihi angin yang berhembus." (HR. Bukhari).

Secara ekonomi, manfaat puasa begitu jelas. Dengan datangnya bulan puasa, peredaran uang dan peningkatan perdagangan melonjak tinggi. Apalagi ketika menjelang hari raya. Namun yang patut disayangkan adalah bahwa manfaat puasa secara ekonomi ini ternyata belum bisa dimaksimalkan oleh orang-orang muslim. Karena mayoritas perdagangan yang ada masih banyak dikuasai oleh non muslim. Sedangkan kita, hanya sebatas penggembira atau penonton. Semoga Allah menolong kita semuanya.

Demikianlah berbagai hikmah dan manfaat puasa yang dapat kita sampaikan semoga dapat menambah keimanan dan keikhlasan kita dalam menjalankan perintah puasa Ramadhan.

5. Kultum Ramadan tentang Puasa dan Persatuan Umat

Jamaah yang dimuliakan Allah,

Di bulan puasa seperti ini, rasa kebersamaan dan persatuan umat begitu terasa. Semua berpuasa di siang harinya, berbuka ketika azan magrib, dan bertarawih ketika malam. Suasana semacam itu, seharusnya mendorong umat Islam untuk selalu mengedepankan kebersamaan dan persatuan. Karena kalau dicari antara faktor kesamaan dan perbedaan, sungguh faktor kesamaan jauh lebih banyak daripada perbedaan. Di samping itu, perlu dipahami seluruh umat bahwa kewajiban mewujudkan persatuan umat, sama dengan kewajiban menjalankan puasa Ramadhan. Kalau kewajiban puasa Ramadhan disebutkan dalam surah al-Baqarah: 183, maka kewajiban untuk mewujudkan persatuan, Allah jelaskan dalam surat Ali Imran: 103. Dalam ayat ini, secara tegas Allah sebutkan perintah persatuan dan melarang perpecahan. "Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai..."

Ma'asyiral muslimin rahimakumullah,

Kalau kita perhatikan, sebelum memerintahkan umat untuk bersatu, Allah lebih dulu memanggil orang beriman untuk bertakwa (Ali Imran: 102). Ini sama persis ketika Allah memerintahkan umat berpuasa, Allah pun mengawalinya dengan memanggil orang beriman untuk berpuasa yang tujuannya adalah mencapai ketakwaan. Dengan terwujudnya nilai ketakwaan yang diperoleh dalam puasa pada setiap tahun, diharapkan mampu memberikan hasil riil. Di antaranya adalah terwujudnya persatuan di tengah umat. Dengan kata lain, orang yang berhasil meraih ketakwaan di bulan Ramadhan harus mampu menjadi unsur pemersatu umat. Apabila hal i belum tercapai, maka ketakwaaan seseorang masih dipertanyakan.

Nilai puasa semacam ini yang seharusnya dipahami oleh umat Islam. Jadi bukan hanya sekedar bersama dalam suasana puasa dan buka, yang lebih cenderung mengarah kepada persatuan simbolis, bukan esensi. Ini terbukti ketika menjelang dan berakhirnya bulan Ramadhan. Sebuah ibadah yang seharusnya menjadi alat pemersatu umat, malah menjadi pemicu perseteruan umat. Perbedaan pandangan dalam hal penentuan kapan memulai puasa di bulan Ramadhan dan kapan mengakhirinya dengan perayaan Idul Fitri, tidak jarang menimbulkan perselisihan di antara kelompok umat Islam. Masing-masing pihak mempunyai cara sendiri untuk menentukan jadwal yang mereka anggap tepat, dan mereka bersikap teguh dengan pendiriannya. Belum lagi pandangan luar umat Islam yang negatif terhadap fenomena perbedaan semacam ini.

Kaum muslimin dan muslimat yang berbahagia,


Bila orang Eropa yang sebagian besar non muslim telah mampu membuktikan diri untuk bersatu dengan wujud pasar bersama dan parlemen bersama Uni Eropa, padahal mereka terdiri dari berbagai bangsa dan golongan yang berbeda, maka mengapa kita tidak sanggup mewujudkan hal serupa? Bukankah unsur kesamaan antar umat Islam jauh lebih banyak dari pada unsur perbedaannya? Bukankah landasan umat Islam itu sama? Bukankah perbedaan yang ada hanyalah sebatas masalah cabang (furu') yang tidak prinsip, namun dianggap prinsip bagi sebagian kelompok? Semua pertanyaan ini tidak mungkin terjawab dengan benar, apabila kesadaran dan kedewasaan antar umat tidak ada. Selama masih ada ego kelompok, fanatisme mazhab, kepentingan politik, dan kedangkalan berpikir, maka persatuan dan kesatuan umat akan tetap menjadi mimpi belaka.

Oleh karena itu, kehadiran bulan Ramadhan seharusnya menjadi momen penting umat Islam untuk mengatur dan merapatkan kembali barisannya. Perbedaan harus segera dicari solusinya, dan setiap kelompok harus mampu bersikap dewasa untuk melepas pendapatnya demi keutuhan dan kemaslahatan umat secara umum. Makna semacam inilah yang Rasulullah inginkan. Sebagaimana dalam sabdanya, "Puasa adalah hari di mana kalian berpuasa, Al-Fithr adalah hari di mana kalian berbuka, sedang al-Adha adalah hari di mana kalian menyembelih kurban." (HR. at-Tirmidzi, dan dia menilai, "Hadis ini gharib hasan.").

Dalam hadis ini, Rasulullah henegaskan pentingnya persatuan dan kebersamaan. Itu terlihat salah satunya dalam kebersamaan pelaksanaan ibadah seperti puasa dan hari raya. Semoga kita semua diberi kekuatan oleh Allah untuk mampu melahirkan persatuan dan kesatuan di antara umat. Wallahul muwaffiq.

6. Kultum Ramadan dengan Topik Mencapai Tingkat Ketakwaan

Ma'âsyiral muslimin rahimakumullah,

Sebagaimana disebutkan dalam surat al-Baqarah ayat 183, bahwa kewajiban berpuasa adalah bukan hal yang baru, karena Allah telah mewajibkan kepada umat terdahulu sesuai syariat yang berlaku bagi mereka. Menurut Sayyid Thanthawi dalam tafsirnya (at-Tafsir al-Wasith:1/299), bahwa salah satu faedah Allah menginformasikan hal itu adalah agar umat ini bisa lebih sempurna menjalankan kewajiban puasa, dibandingkan apa yang telah dikerjakan oleh umat-umat terdahulu.

Di dalam ayat 183 juga dijelaskan tujuan dari pelaksanaan puasa, yaitu untuk mencapai ketakwaan. Kata takwa berasal berasal dari kata waqâ-yaqi-wiqâyah yang artinya memelihara. Orang yang bertakwa artinya orang yang mau menjaga dan memelihara dirinya dari api neraka dengan selalu menjalankan perintah Rabb-nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya (at- Tahrim: 6). Oleh sebab itu, takwa sebagaimana disebutkan dalam sebuah definisi, adalah merupakan konsekuensi logis dari keimanan yang kokoh yang dipupuk dengan muraqabatullah, merasa takut terhadap murka dan azab-Nya, serta selalu mengharapkan limpahan karunia dan ampunan-Nya.

Jamaah yang dimuliakan Allah,

Dengan takwa yang diperoleh dari puasa, seorang muslim, sebagaimana dikatakan oleh seorang ulama, akan terlindungi dari perbuatan tercela, hatinya diliputi rasa takut kepada Allah, sehingga senantiasa terjaga dari perbuatan dosa. Di malam hari mengisi waktu dengan kegiatan beribadah, lebih suka menahan kesusahan daripada mencari hiburan, rela merasakan lapar dan haus, merasa dekat dengan ajal sehingga mendorongnya untuk memperbanyak amal kebajikan. Dari sinilah sebagian ulama mengatakan "at-taqwa jimâ'u kullil khair" (takwa adalah kumpulan dari seluruh kebaikan). Baik kebaikan pribadi maupun sosial. Nilai puasa semacam inilah yang ditegaskan oleh Rasulullah dalam berbagai sabdanya.

Kaum muslimin dan muslimat yang berbahagia,

Muncul pertanyaan, bagaimana cara kita mencapai ketakwaan? Apa hanya cukup dengan berpuasa orang lantas menjadi takwa? Karena ternyata banyak orang yang berpuasa atau shalat, namun perilakunya tidak mencerminkan sebagai orang yang bertakwa. Jawabannya adalah bahwa shalat, puasa, dan ibadah lainnya tidak otomatis mampu membuat seseorang menjadi bertakwa - walaupun hal tersebut menjadi sarana yang wajib dilakukan - jika dalam pelaksanaan ibadah tersebut hanya sekedar ritual, tidak dilandasi rasa cinta kepada Allah, ketundukan kepada Allah, dan muraqabatullah. Dengan adanya muraqabatullah akan lahir al-hayâ' atau rasa malu. Rasa malu karena dilihat Allah inilah yang akan mampu mendorong untuk berbuat kebaikan dan menjauhi larangan. Dalam hal ini, Syaikh Musthafa as-Siba'i memberikan saran dengan mengatakan, "Apabila Anda terdorong untuk berbuat kemaksiatan, maka tahanlah dengan mengingatlah Allah. Jika tidak tertahan, maka ingatlah akhlak para salafus saleh. Jika tidak juga tertahan, maka ingatlah malu jika terlihat orang. Apabila kemaksiatan tersebut tetap tidak tertahan, maka ketahuilah bahwa ketika itu Anda telah berubah menjadi hewan."

Jamaah yang dimuliakan Allah,

Apabila seseorang telah mampu mencapai dan mengistikamahkan ketakwaan, maka berbagai keistimewaan akan Allah berikan kepadanya. Baik di dunia dan maupun di akhirat. Di dunia antara lain Allah akan memberikan solusi terhadap problemnya, diluaskan rezekinya (ath-Thalâq: 2-3), dimudahkan urusan hidupnya (ath-Thalâq: 4), dicurahkan berbagai keberkahan dari langit (al-`Arâf: 96), disayang Allah, malaikat, dan seluruh alam (Ali Imran: 76), serta dijaga dari kejahatan musuh (Ali Imran: 120). Adapun di akhirat di antaranya takwa menjadi syarat terkabulnya amal (al-Ma'idah: 27), pelebur dosa dan pelipat pahala (ath-Thalaq: 5), dan tentunya menjadi syarat pewaris surga (Maryam: 63). Tidak hanya menjadi pewaris surga, mereka orang-orang bertakwa juga menjadi penghuni VIP di surga (Maryam: 85 dan az-Zumar: 73).

Demikianlah pengertian sekilas takwa dan keutamaannya. Kita berdoa semoga Allah selalu menganugerahkan pertolongan- Nya kepada kita semua sehingga mampu menjadi orang yang bertakwa. Amin.

7. Kultum Ramadan yang Membahas tentang Puasa tapi Sia-Sia

Jamaah yang berbahagia,

Di bulan Ramadhan ini, seorang muslim yang memenuhi syarat, wajib melaksanakan ibadah puasa. Dengan bertambahnya jumlah umat Islam, tentu semakin banyak pula yang menjalankan ibadah puasa. Namun yang perlu dipertanyakan adalah apakah setiap orang yang menjalankan ibadah puasa akan diterima Allah, atau sebaliknya ibadah puasanya menjadi sia-sia di sisi Allah, sebagaimana disinyalir Rasulullah "Betapa banyak orang yang berpuasa, dan bagian dari puasanya (yang ia dapat hanya) lapar dan dahaga." (HR. Ahmad).

Kaum muslimin wal muslimat rahimakumullah,

Di antara perbuatan yang bisa menyia-nyiakan ibadah puasa kita adalah berpuasa bukan karena Allah, atau salah niat. Niat adalah pokok dari segala amal. Salah niat akan menjadikan puasa sia-sia. Termasuk salah niat adalah kita berpuasa bukan karena Allah. Diam-diam ada niat terselinap di dalam hati kita yang bukan karena Allah. Ada riya', maupun ada pengharapan kepada selain Allah. Riya adalah salah satu bentuk kesyirikan yang sangat dibenci Allah. Karenanya, ibadah semacam itu akan tertolak dan akan menjerumuskan pemiliknya ke dalam api neraka. Allah berkalam, "Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhannya." (al-Kahfi: 110). Niat adalah roh amal, inti, dan sendinya. Amal menjadi benar karena niat yang benar. Sebaliknya, amal jadi rusak karena niat yang rusak. Ibnul Mubarak rahimahullah berkata, "Berapa banyak amalan yang sedikit bisa menjadi besar karena niat, dan berapa banyak amalan yang besar bisa bernilai kecil karena niatnya."

Jamaah yang dimuliakan Allah,

Salah satu perkara yang dapat menyia-nyiakan puasa kita adalah percaya dengan "klenik". Karena orang yang percaya kepada dukun, pembaca nasib, paranormal dan sejenisnya, ia telah menyekutukan Allah. Ketika seseorang telah menyekutukan Allah, maka seluruh amal ibadahnya menjadi sia-sia. Allah berkalam, "Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu, "Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi." (az-Zumar: 65). Rasulullah bersabda, "Barangsiapa mendatangi tukang ramal atau dukun dan membenarkan apa yang ia katakan, sungguh ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad" (HR. Abu Daud dan an-Nasâ'i).

Ma'âsyiral muslimin rahimakumullâh,

Salah satu hal yang bisa menjadikan ibadah puasa kita sia-sia adalah menyakiti tetangga. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah disebutkan bahwa ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah "Wahai Rasulullah, sesungguhnya si fulanah disebut-sebut banyak mengerjakan shalat, puasa, dan sedekah, hanya saja ia menyakiti tetangganya dengan lisannya." Rasulullah menjawab, "Dia di neraka." Laki-laki tadi bertanya lagi, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya si fulanah disebut-sebut sedikit mengerjakan puasa, sedekah, dan shalat, hanya saja ia tidak menyakiti tetangganya dengan lisannya." Rasulullah berkomentar, "Dia di surga." (HR. Ibnu Hibbȧn).

Di samping itu, memutus silaturahim juga menjadi penyebab tertolaknya semua amal ibadah, termasuk ibadah puasa. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah, "Allah tidak menerima amalan orang yang memutus tali silaturrahim." (HR. Ahmad). Ketika seluruh amal ibadah itu tertolak, bisa dipastikan ia tidak akan masuk surga. Diriwayatkan dari Jubair bin Muth'im bahwa ia pernah mendengar Rasulullah bersabda, "Seorang pemutus silaturahim tidak akan masuk surga." (HR. Bukhari Muslim). Hukuman bagi orang yang memutus tali silaturahim, tidak hanya akan dirasakan di akhirat, namun di dunia pun ia akan merasakannya. la bisa mati dalam kondisi yang mengenaskan atau su'ul khatimah. Naudzubillah. Diriwayatkan dari Nabi "Barang siapa memutus tali kekeluargaan atau bersumpah palsu, maka ia akan melihat akibat buruknya sebelum ia meninggal." (Silsilah al-Ahâdits ash-Shahihah, al-Albâni).

Demikianlah beberapa hal yang bisa menjadikan ibadah puasa menjadi sia-sia alias tidak mendapatkan pahala sedikit pun dari Allah. Maka perlu diperhatikan, bahwa puasa tidak hanya sebatas menjaga diri dari hal-hal yang bisa membatalkan puasa secara lahiriah seperti makan dan minum dengan sengaja, tetapi juga harus menjaga diri dari segala sesuatu yang bisa membatalkan pahala puasa di sisi Allah.

8. Kultum Ramadan tentang Bagaimana Puasa Telinga

Jamaah yang dimuliakan Allah,

Telinga adalah salah satu alat informasi dan pengetahuan bagi seseorang. Telinga adalah jendela ilmu dan ilmu terbaik bagi telinga yang sadar akan diiringi dengan zikir. Mendengar kebenaran menambah kemantapan pijakan hati di atas kebenaran, sedang mendengar kebatilan akan mewariskan dampak-dampak kebatilan ke dalam hati. Kedudukan telinga yang begitu tinggi di antara anggota tubuh dalam menerima sebuah informasi, menjadikan dirinya disebut pertama kali dalam Al-Qur'an. Allah berkalam, "Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawabannya." (al-Isrâ': 36). Di samping itu, dalam ayat ini secara tegas Allah akan meminta pertanggungjawaban telinga tentang apa yang ia dengar. Karena itu, tidak semua informasi pantas dan layak untuk didengar oleh seorang mukmin yang bertakwa. Apalagi dalam kondisi ia sedang berpuasa. Seorang yang berpuasa di didik untuk mampu menahan telinganya dari mendengarkan berbagai hal yang tidak diperbolehkan oleh syarak. Karena tidak semua suara pantas untuk didengar. Jâbir bin Abdillah berkata, "Jika kamu berpuasa, hendaknya berpuasa pula pendengaranmu, penglihatanmu, dan lisanmu dari dusta dan dosa-dosa, tinggalkan. menyakiti tetangga."

Kaum muslimin dan muslimat yang berbahagia,

Baik di bulan puasa atau di luar bulan puasa, kita dituntut mampu memaksimalkan anggota tubuh untuk beribadah kepada Allah. Pendengaran kita, diisi dengan mendengarkan Al-Qur'an, tausiyah, nasihat, dan perkataan yang baik. Karena ternyata, kebanyakan orang menyia-nyiakan pendengarannya dalam hal-hal yang tidak benar. Mereka layaknya hewan, karena tidak mampu memfungsikan pendengarannya dengan baik. Allah berkalam, "Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain hanyalah binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu)." (al-Furqân: 44). Di antara mereka ada yang memenuhi telinganya dengan nyanyian yang diharamkan, atau informasi penuh dosa. la menutupi telinganya dari mendengar Al-Qur'an, sunnah Nabi, atau tausiyah kebenaran.

Berbeda dengan perilaku para salafus saleh, di mana mereka sangat rindu untuk mendengarkan kalam ilahi, sunnah Rasulullah, dan nasehat para ulama. Tidak sedikit mereka yang menangis karena terbawa dengan apa yang mereka dengar. Karenanya Allah memuji orang-orang yang mampu menggunakan telinganya untuk mendengarkan kebaikan. Allah berkalam, "Dan, apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al-Qur'an) yang telah mereka ketahui." (al-Ma'idah: 83)

Kaum muslimin wal muslimat yang berbahagia,

Dengan demikian, puasa telinga adalah dengan mencegahnya dari mendengar suara-suara atau perkataan yang tidak baik; seperti mendengarkan gosip, gunjingan, umpatan, dan suara atau perkataan buruk lainnya. Karena setiap sesuatu yang dilarang untuk diucapkan, juga dilarang untuk didengarkan. Ini sungguh tidak mudah, karena manusia adalah makhluk informatif yang senang kepada segala informasi. Kalau tidak sadar dan berhati-hati, kita akan lebih senang mendengarkan informasi yang berbau fitnah, gunjingan, ghibah, dan sejenisnya. Di samping itu, alat informasi terus berkembang, dan pasti setan memasang perangkapnya lewat sarana-saana semacam itu. Padahal mendengarkan perkataan batil kedudukannya sama dengan orang yang memakan harta secara batil. Keduanya sama keharamannya. Dalam Al-Qur'an, Allah berkalam, "Mereka gemar mendengar kebohongan dan memakan yang tiada halal." (al-Maidah 42).

Oleh karena itu, untuk menjaga telinga dari suara yang tidak dibenarkan oleh syarak adalah dengan menghindarkan diri dari tempat yang penuh kemungkaran, dan selektif ketika membuka channel atau memilih acara TV, atau radio. Karena salah satu karakter orang mukmin, sebagaimana yang Allah jelaskan adalah, "Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata: "Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal- amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil." (al-Qhashash: 55). Apabila kita tidak mau berpaling, maka hukum kita sama dengan mereka, yakni dianggap melakukan kemaksiatan tersebut. Allah berkalam dalam wahyu-Nya, "Jika engkau (tetap duduk bersama mereka), sungguh, engkau pun seperti mereka..." (an-Nisâ': 140)

9. Kultum Ramadan tentang Bagaimana Puasa Mulut

Jamaah yang dimuliakan Allah

Orang yang berpuasa tidak hanya sekedar menahan dirinya dari lapar dan dahaga, namun ia juga harus menjaga seluruh tubuhnya dari perbuatan dosa. Di antara anggota tubuh yang harus dijaga dan diajak berpuasa adalah lisan dan mulut kita. Mulut adalah jalan kebaikan dan juga jalan keburukan. Apabila orang mampu menjaga mulutnya dari menyakiti orang lain dan digunakan untuk kebaikan, maka mulut akan mengantarkan kepada keselamatan di dunia maupun di akhirat. Namun sebaliknya, apabila mulut diumbar untuk menyakiti orang dan berbuat berbagai kemungkaran, maka mulut akan menjerumuskan kepada kehancuran serta kehinaan dunia dan akhirat. Suatu ketika, Rasulullah memberikan wasiat kepada Mu'adz untuk menjaga mulutnya. Mu'adz kemudian bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah kami akan disiksa karena ucapan kami?" Rasulullah menjawab,

"Celaka ibumu, hai Mu'adz, manusia tidaklah ditelungkupkan di atas wajah mereka ke dalam api neraka kecuali karena hasil panenan lidah mereka." (HR. Ahmad). Dalam riwayat lain, Rasulullah bersabda, "Barang siapa bisa memberikan jaminan kepadaku (untuk menjaga) apa yang ada di antara dua janggutnya dan dua kakinya, maka kuberikan kepadanya jaminan masuk surga." (HR. al-Bukhari). Yang dimaksud dengan apa yang ada di antara dua janggutnya adalah mulut, sedangkan apa yang ada di antara kedua kakinya adalah kemaluan.

Kaum muslimin dan muslimat yang berbahagia,

Kemampuan seseorang dalam menjaga mulutnya menunjukkan ketinggian budi pekertinya. Diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa, ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Rasulullah, "Siapakah orang muslim yang paling baik?" Beliau menjawab, "Seseorang yang orang-orang muslim yang lain selamat dari gangguan lisan dan tangannya." Oleh karena itu, kesadaran para salafus saleh tentang pentingnya puasa mulut ini, menjadikan mereka sangat hati-hati dalam berbicara. Mereka tahu betul konsekuensi dari apa yang diucapkan. Mereka berpikir sebelum mengucapkan perkataan. Kalaupun harus berkata, maka secukupnya saja. Suatu ketika, Abu Bakar pernah memegang lidahnya sembari menangis dan berkata, "Ini yang telah mendatangkan banyak hal padaku." Ibnu Mas'ud berkata, "Demi Allah, tidak ada di dunia ini yang lebih berhak dijaga lebih lama daripada lidah."

Jamaah yang dimuliakan Allah Swt

Di bulan puasa ini, kita dididik untuk mampu menjaga lisan kita. Jangan sampai lisan kita mengucapkan sesuatu yang bertentangan dengan tujuan puasa. Orang yang berpuasa harus mampu menjaga lisan dari berdusta, menggunjing, mengadu domba, mengolok-olok, melaknat, mencela, bersaksi palsu, merendahkan orang lain, berkata mengada-ada, dan lain-lain. Karena semua itu bisa menyia-nyiakan ibadah puasa. Sebagaimana Rasulullah bersabda, "Barang siapa tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta, maka Allah tidak butuh terhadap puasanya dari makan dan minum." (HR. al-Bukhari).

Termasuk dalam menjaga mulut adalah meninggalkan segala perbuatan yang bisa keluar dari mulut. Misalnya cepat marah dan emosi hanya karena sebab sepele. Dalam kondisi semacam itu, seseorang harus segera sadar bahwa ia sedang puasa. Jika Anda diuji dengan seorang yang jahil atau pengumpat, jangan membalas dia dengan perbuatan serupa. Menasihati dan tolaklah ia dengan cara yang lebih baik. Nabi bersabda, "Puasa adalah perisai. Bila suatu hari seseorang dari kalian berpuasa, hendaknya ia tidak berkata buruk dan berteriak-teriak. Bila seseorang menghina atau mencacinya, hendaknya ia berkata, 'Sesungguhnya aku sedang puasa." (HR. Muslim).

Imam Abu Hâtim Ibnu Hibbân al-Busti berkata, "Orang yang berakal selayaknya lebih banyak diam daripada bicara. Karena betapa banyak orang yang menyesal lantaran bicara, dan sedikit yang menyesal karena diam. Orang yang paling celaka dan paling besar mendapat bagian musibah adalah orang yang lisannya senantiasa berbicara, sedangkan pikirannya tidak mau jalan."

Kalau dalam bahasa kita, sebagian orang mengistilahkan, "Mulutmu adalah harimaumu." Semoga kita semua mampu menahan mulut kita dari segala ucapan yang tidak diridhai Allah, baik selama bulan Ramadhan ataupun di luar Ramadhan. Amin.

10. Kultum Ramadan tentang Bagaimana Puasa Mata

Ma'asyiral muslimin rahimakumullah,

Mata adalah salah satu kenikmatan Allah yang sangat agung. Dengan mata, kita dapat melakukan berbagai aktivitas. Mata juga bisa memasukkan kita ke surga atau menjerumuskan ke neraka. Semua tergantung bentuk aktivitas yang dilakukan oleh mata. Salah satu hal yang harus dihindari oleh mata adalah menghindari pandangan yang tidak halal baginya. Apalagi kita sedang berpuasa, maka puasa mata menjadi sebuah ajang pelatihan yang berat untuk mendidik jiwa yang bertakwa. Karena tujuan puasa adalah untuk mencapai tingkatan mutaqin.

Jamaah yang berbahagia,


Puasa mata sungguh lebih sulit di era modern ini, karena manusia diciptakan untuk tertarik kepada lawan jenis. Di era modern ini, mayoritas wanita sudah kehilangan rasa malunya. Mereka keluar rumah dengan mengenakan pakaian yang membuka aurat. Mereka ada di mana-mana; di TV, di internet, koran, majalah, di kendaraan umum, sekolah, kampus, papan iklan, terlebih lagi di jalanan atau pusat perbelanjaan (mal). Seolah-olah di dunia ini tidak tersisa lagi tempat yang tidak ada wanita yang mengumbar aurat, memamerkan kemolekan dan kecantikan tubuhnya. Bahkan di tempat pengajian dan masjid sekalipun, ada saja wanita yang tidak sungkan mempertontonkan bentuk tubuhnya dengan jilbab modis, pakaian yang memperlihatkan lekuk tubuh, dan parfumnya yang mencolok. Tentu kondisi semacam ini menjadi tantangan yang berat bagi seorang muslim yang ingin mempertahankan kesempurnaan puasanya.

Oleh karena itu, selain dituntut untuk menjaga aurat dan cara berpakaian yang syar'i, laki-laki atau wanita dituntut juga untuk bisa menahan pandangannya dari hal-hal yang diharamkan oleh Allah. Sebagaimana Allah jelaskan dalam surat an-Nûr, ayat 30-31: "Katakanlah kepada orang laki-laki "Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara yang beriman: kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat." Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya."

Menahan pandangan bukan berarti menutup atau memejamkan mata hingga tidak melihat sama sekali atau menundukkan pandangan ke tanah saja, karena bukan ini yang dimaksudkan, selain tentunya tidak akan mampu dilaksanakan. Tetapi yang dimaksud adalah menjaganya dan tidak melepas kendalinya hingga menjadi liar, mengamati, dan menikmati kecantikan atau kegantengan seseorang. Rasulullah bersabda, "Pandangan adalah panah beracun dari panah-panah Iblis. Barangsiapa yang menundukkan pandangannya dari keelokan wanita yang cantik karena Allah, maka Allah akan memasukkan ke dalam hatinya manisnya iman sampai hari kiamat." (HR.Ahmad).

Kaum muslimin wal muslimat yang dimuliakan Allah,

Pandangan mata itu perlu dijaga, karena banyak sekali akibat negatif yang ditimbulkannya. Seorang penyair Arab bertutur, "Semua bencana itu bersumber dari pandangan, sebagaimana api yang besar itu bersumber dari percikan bunga api. Betapa banyak pandangan yang menancap ke dalam hati seseorang, seperti panah yang terlepas dari busurnya. Berasal dari matalah semua marabahaya. Mudah beban melakukannya, dilihat pun tak berbahaya. Tapi, jangan ucapkan selamat datang kepada kesenangan sesaat yang kembali dengan membawa bencana." Adapun menurut Ibnul Qayyim, pandangan mata yang haram akan melahirkan lintasan pikiran, sedang lintasan pikiran melahirkan ide, lalu ide memunculkan nafsu. Nafsu akan melahirkan kehendak, kemudian kehendak itu menguat hingga menjadi tekad yang kuat dan biasanya diwujudkan dalam amal perbuatan zina. Salah seorang penyair berkata, "Bermula dari pandangan, senyuman, lalu salam, kemudian bercakap-cakap, membuat janji, akhirnya bertemu." Di samping itu, menurut Hudzaifah, pandangan maksiat dapat merusak amal. Beliau berkata, "Barang siapa membayangkan bentuk tubuh perempuan di balik bajunya, berarti ia telah membatalkan puasanya."

Oleh karena itu, tidak ada cara lain untuk menjaga mata kecuali dengan selalu mengingat kehadiran Allah dan menjauhi penyebab mengumbar pandangan. Segera palingkan pandangan ketika tanpa sengaja melihat sesuatu yang haram.

Itulah tadi sederet contoh kultum Ramadhan singkat dalam berbagai tema. Semoga bermanfaat...

Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

Artikel Terkini

CPNS

+
Close x